Liputan "Naik Daun" di stasiun Arek TV

12.2.09 0 comments
sesi pertama




sesi kedua




sesi ketiga

Liputan Yang Muda Yang Berkarya di Stasiun TV JTV

11.2.09 0 comments
Sesi Pertama




Sesi Kedua




Sesi Ketiga




Sesi Keempat

Memberi manfaat tanpa pamrih

0 comments
Beberapa hari yang lalu, saya secara tidak sengaja menyaksikan sebuah acara di Metro TV . Di tayangan itu digambarkan bagaimana sepasang suami istri yang sudah cukup berumur dengan gigih mencari bibit pohon bakau. Proses pencariannya tidaklah mudah, dimana pasangan ini harus keluar masuk hutan bakau yang medannya cukup berat.

Setelah ditanya oleh reporter tayangan tersebut, sang suami mengatakan bahwa bibit bakau tersebut akan ditaman di tepi pantai disekitar rumahnya yang memang tidak seberapa jauh dari pinggir pantai. Terus si reporter bertanya lagi, kenapa kok mau repot2 menanam pohon bakau ? Jawaban sang suami cukup simpel....supaya penduduk disana tetap aman apabila suatu saat nanti diterjang ombak besar atau bahkan Tsunami.

Jawaban ini sempat membuat saya tertegun, karena dalam bayangan saya bakau membutuhkan waktu bertahun tahun untuk dapat tumbuh menjadi hutan yang cukup kuat untuk menghadang ombak besar. Padahal usia pasangan ini cukup uzur, usia dimana kebanyakan orang tidak terlalu mempunyai visi yang rentang waktunya cukup panjang, dan lebih fokus untuk mengurus dirinya sendiri bahkan yang untuk mengurus dirinya sendiri saja membutuhkan bantuan orang lain.

Ternyata pasangan ini mau untuk memberi manfaat tanpa pamrih, tidak peduli apakah mereka bisa menikmatinya atau tidak. Yang mereka ketahui hanyalah bagaimana hal yang mereka lakukan mampu bermanfaat bagi orang lain,titik.

Saya yakin Indonesia memiliki banyak orang seperti pasangan suami istri ini, tapi memang lebih banyak ke hal2 yang bersifat sosial. Alangkah indahnya apabila banyak juga muncul pebisnis - pebisnis yang bermartabat yang mampu memberikan manfaat ekonomi dalam jangka waktu yang lama dan lebih dari sekedar pencapaian/hasil yang bisa mereka nikmati.

Saya pun hari ini diingatkan lagi, pada salah satu sesi seminarnya Rhenald Kasali sempat mengatkan bahwa reputasi yang sebenarnya adalah apa yang orang lain ingat pada saat kita sudah tiada. Karena itulah bekal investasi kita di akhirat kelak.

Video Preview WMM 2008

5.2.09 0 comments


Video ini ditayangkan pada saat Grand Final Wirausaha Muda Mandiri yang diadakan oleh Bank Mandiri dan dihadiri olah Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.

Kisah Sukses member TDA Surabaya (Elisa Yuniarti)

1 comments
Aquaculture..... Nama perusahaan ini juga tak jauh-jauh dari dunia maritim. Mereka adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembang biakan udang Fanamae.

Dari awalnya hanya empat petak tambak, kini mereka telah memiliki 12 petak tambak. Inilah bisnis yang dibangun oleh ElisaYuniarti bersama suami tercinta di ujung timur Pulau Madura, tepatnya di Sumenep. Moderator milis TDA Surabaya ini mampu membuktikan bahwa seorang karyawan di sebuah tambak juga mampu memiliki, mengelola, dan mengembangkan tambak.

“Suami saya dulu bekerja sebagai tenaga ahli di sebuah tambak udang di Jember. Jadi suami saya benar-benar menguasai ilmu pengembang biakan udang. Saat saya nyatakan siap mendampingi dan mendukung suami saat akan mundur dari pekerjaannya, maka kami lanjutkan ikhtiar mengembangkan tambak,” katanya.

Sebagian karyawan tambak udang memang kurang memiliki keberanian seperti pasangan ini. Mereka lebih menikmati zona aman mereka, maklum bonus saat panen udang berhasil bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namun Elisa dan suami mengambil pilihan menjadi full TDA bukan lagi TDB. Sebagaimana ladang bisnis lain, bisnis tambak udang juga memiliki para pemain lama yang enggan berbagi dengan para pemain baru.

Elisa dan suami dihalang-halangi untuk mengembangkan tambak di Sumenep. Namun berkat latar belakang sang suami yang juga berdarah Madura, akhirnya mereka diberi kesempatan mengembangkan tambak.

Keberhasilan tambak udang ini tak hadir sekejap. Sebelumnya, Elisa sempat menanggung kerugian ratusan juta rupiah saat mengembangkan tambak di Gresik. Pengalaman tersebut membuat mereka tegar saat menghadapi segala rintangan di Sumenep. Dan mereka lolos dari rintangan. Bila dulu mereka sibuk kesana kemari menawarkan udang-udang mereka, kini para pebisnis cold storage berdatangan menawar udang-udang mereka. Tak hanya itu, para investorpun berbondong-bondong ingin menanam investasi di tambak Aquaculture. Beberapa cold storage yang dikenal mereka di Bangil-Pasuruan, Sidoarjo dan beberapa daerah lainnya menjadi pelanggan Aquaculture.

Beberapa rekan dan keluarga Elisa yang menanam investasi ketagihan menanam investasi di Aquaculture. Harap maklum sebab menanam investasi Rp15 juta menjadi Rp25 juta hanya dalam empat bulan.

Namun ada kegelisahan Elisa terkait research and development (R&D) tambak udang. Kegiatan R&D di bidang budidaya udang, menurut dia, sangat kurang perhatian. Dampaknya, petambak Indonesia seringkali ketinggalan menangkap peluang bisnis.

“Sebentar lagi R&D yang berasal dari Brunei Darussalam meluncurkan varietas udang windu yang lebih berkualitas daripada udang windu aslinya. Perlu diketahui, udang windu ini adalah varietas udang asli Indonesia,” seru Elisa.

Sebagaimana di bidang lainnya, R&D di Indonesia masih belum bisa menopang pertumbuhan bisnis. Padahal R&D bisa menggerakkan inovasi produk, inovasi proses, dan berbagai hasil kreatifitas lainnya.

Semoga Aquaculture mampu mengembangkan bisnisnya sekaligus memulai kegiatan R&D yang sesungguhnya. Tentu akan banyak manfaat yang bisa dinikmati petambak lainnya. Sesuai semangat TDA: Bersama Menebar Rahmat.

Ditulis oleh : Rachmad Hidayatullah (Hermes Media)

Kisah Sukses member TDA Surabaya (Samsul Bachtiar)

0 comments
Miniaturindo.....perusahaan ini mempertegas karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari atau bangsa yang berbasis maritim. Mas Samsul Bakhtiar sebagai owner sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Miniaturindo memulai perusahaan ini dari sebuah kamar.

Ya, sebuah kamar. Mirip-mirip Bill Gates ya, yang memulai bisnisnya dari garasi. Kini, bisnis yang dibesut sejak tahun 2000 ini telah merambah mancanegara berkat sebuah kamar. Dari kamar itulah Mas Samsul bersama saudaranya memperkenalkan dan memasarkan produk-produk miniatur kapal dan pabrik-pabrik berbahan fiberglass kepada warga internasional melalui internet.

Miniaturindo memposisikan diri mengerjakan pesanan miniatur kapal atau pabrik saja. Jadi mereka tidak menerima pesanan miniatur arsitektur rumah. Posisi ini diambil tidak lepas dari latar belakang akademis Mas Samsul yaitu sarjana perkapalan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

Semangat maritim ini benar-benar menjadi andalan Miniaturindo dan telah mendapat pengakuan dari para pelanggan mereka dari negara asing. Detail mesin kapal, mulai lambung sampai dengan geladak menjadi keunggulan Miniaturindo.

Selama ini, beberapa produsen miniatur di Indonesia lebih banyak yang bergerak dalam membuat miniatur rumah atau pesawat. Disinilah perbedaan Miniaturindo. Miniatur pesawat cenderung tetap model-modelnya, begitu juga dengan arsitektur rumah yang tingkat kesulitannya tak begitu tinggi. Kapal justru sebaliknya, sangat banyak sekali jenisnya dan dibutuhkan penguasaan detail rancang-bangun mesin kapal sehingga sangat sedikit pemain di bisnis miniatur kapal ini.

Keunggulan Miniaturindo ini menjadi bekal mereka menaklukkan pelanggan asal Iran yang memesan miniatur kapal tanker yang sekaligus menjadi kapal tempat mengolah minyak mentah.

“Awal masuknya pesanan dari negara asing berkat blog untuk promosi miniaturindo. Khan di TDA [Komunitas Tangan di Atas] waktu itu disarankan agar masing-masing anggotanya memiliki blog,” jelas Samsul. Pertama, lanjut Samsul, saya membuat dalam bahasa Indonesia. Ternyata tak ada respon sama sekali. Baru setelah mengubah posting di blog tersebut dalam bentuk bahasa Inggris, akhirnya masuk pesanan dari negara-negara asing.

Beberapa pelanggan mancanegara Miniaturindo antara lain berasal dari negara Jepang, Amerika Serikat, dan Iran. Berkat pesanan dari warga-warga asing inilah, Miniaturindo akhirnya berkenalan dengan sistem pembayaran PayPal yang kerap digunakan perusahaan yang bertransaksi melalui internet. Berkat pelanggan dari negara asing tersebut, Miniaturindo mampu menggelembungkan pendapatannya. Pada sebuah kesempatan, Mas Samsul menceritakan bagaimana impiannya yang ditulis bersama-sama anggota Mastermind Surabaya 1 pada awal tahun 2008.

Saat itu, Miniaturindo ditargetkan memperoleh pendapatan Rp500 juta dalam satu tahun. Rupanya apa yang ditulis tersebut tak berhenti dalam bentuk tulisan di selembar kertas, namun benar-benar menghasilkan pendapatan sebesar itu bagi Miniaturindo. “Hal ini baru
saya sadari saat saya membongkar berkas-berkas dan menemukan lembar impian MM Surabaya 1. Pada tahun 2009, apa yang ditulis rekan-rekan pada 2008 hampir semuanya terealisasi. Inilah salah satu berkah bersilaturahmi di TDA,” katanya.

Memasuki 2009, perusahaan yang berbasis di Sidoarjo-Jawa Timur ini mulai melembagakan diri dalam bentuk CV. Proses legalisasi bisnis ini tentu membawa banyak konsekuensi, termasuk diantaranya keharusan membayar pajak. “Kami mau tidak mau harus siap menghadapinya sebab kami ingin bisnis ini bisa berkembang terus. Bahkan impian kami menghantarkannya menjadi go public di pasar modal,” papar Samsul.

Selain melembagakan diri dalam CV, Miniaturindo juga mencanangkan tahun 2009 sebagai tahun membidik pasar dalam negeri. Cukup unik ya... Setelah menaklukkan negeri asing, baru mereka merangsek ke dalam negeri. Biasanya khan unggul di dalam negeri, lantas mulai merambah pasar luar negeri. Jadilah Miniaturindo sebagai jago luar kandang sekaligus calon jago kandang.

Sebuah perjalanan baru sedang diawali oleh Mas Samsul dengan Miniaturindo-nya. Perjalanan yang merupakan rangkaian dari langkah-langkah kecil dan terakumulasi menjadi sebuah lompatan bisnis. “Saya sempat bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang perkapalan di Surabaya dan sering membuat miniatur kapal-kapal untuk keperluan membangun sebuah kapal. Rupanya ini menjadi modal penting dalam mengembangkan perusahaan ini,” jelasnya.

Selepas dari perusahaan itu, Samsul sempat memasuki beberapa jenis bisnis. Namun ujung-ujungnya Samsul kembali ke habitat bisnisnya: miniatur kapal.


Ditulis oleh : Rachmad Hidayatullah (Hermes Media)