Mampukah kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri?

20.12.10 2 comments
Saat ini banyak kita temui terutama di kota2 besar, semakin berkembangnya kalangan menengah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Para pemasar pun banyak menganalisa topik ini, karena di level ini adalah pangsa pasar yang gemuk dan memiliki kemampuan daya beli yang cukup tinggi. Begitu pun dengan pemilik merk, mereka berlomba lomba untuk mengkomunikasikan merk mereka agar dipahami oleh kaum urban ini, karena potensinya yang luar biasa. Dan ini disambut gembira oleh pemerintah karena dapat menggerakkan perekonomian nasional

Akan tetapi sayangnya, saat ini perkembangan kaum urban lebih banyak di sisi gaya hidup/lifestyle. Hal ini ditunjang juga dengan akses informasi yang semakin merajalela, mulai dari media cetak sampai dengan media elektronik. Konsumen banyak dimanjakan oleh berbagai barang yang canggih dan mahal dan membuat mereka merasa harus memilikinya walaupun sebenarnya tidak membutuhkannya. Belum lagi pengaruh kultur gengsi yang cukup menjadi makanan empuk bagi para pemasar turut "memperparah" keadaan ini.

Apa sebenarnya efek negatif dari "booming" ini? Faktanya adalah walaupun secara pasar Indonesia sudah siap, akan tetapi secara produsen/manufaktur kesiapannya jauh dari kata siap, apalagi industri UKM. Banyak sekali faktor pemicunya, mulai dari pemerintah, infrastuktur sampai dengan mindset pebisnis itu sendiri. Makanya saat ini bisa kita saksikan kaum urban lebih memilih "dijamu" oleh banyak merk asing, baik berupa produk ataupun jasa.

Sebagai contoh dari sektor wisata, bisa kita survey persentase orang Indonesia yang sudah penah ke Singapore atau Malaysia, akan tetapi belum pernah ke Lombok atau Raja Ampat. Menyedihkan memang, apabila globalisasi konsumsi tidak diiringi dengan globalisasi industri. Tentunya hal terakhir yang ingin kita lihat adalah rakyat Indonesia hanya menjadi penonton, sementara pelakunya didominasi oleh orang asing. Korea adalah contoh nyata apa yang terjadi jika industri lokal diiringi dengan konsumsi lokal yang tinggi.

Saatnya menjadi konsumen sekaligus pelaku bisnis yang cerdas......Apakah yang saya lakukan bermanfaat untuk Indonesia dan juga baik untuk saya ??

Simply Love Indonesia

Location:Jalan Semampir Selatan 5a,Surabaya,Indonesia

Visi, ikhtiar dan ikhlas

7.8.10 1 comments
Kejadian yang berlangsung pada saat shalat jum'at di mesjid Al ihsan, daerah Dempo, Jakarta. Saat itu jamaah menyesaki masjid yang ukurannya tidak seberapa besar. Alih-alih mendapatkan shaf,akhirnya saya harus puas untuk duduk di salah satu anak tangga masjid tersebut. Sambil mendengarkan khotib ceramah, pandangan saya menyusuri seluruh ruangan di dalam masjid tersebut untuk mencari shaf yang masing memungkinkan untuk saya tempati.
Jamaah semakin padat menyesaki masjid tersebut. Tiba- tiba pandangan saya berhenti di satu titik shaf bagian tengah. "Hmm....sepertinya itu tempat yang saya inginkan", itulah yang namanya VISI.
Kemudian saatnya menyusun strategi jalan mana yang akan saya tempuh untuk mencapai posisi itu. Jalan yang paling sedikit hambatannya, sehingga mempercepat langkah saya untuk sampai ke tujuan. Yupp....saya harus berkompetisi dengan ratusan jamaah lain yang juga harus antri untuk mendapatkan shafnya........itu namanya IKHTIAR.
Sembari mendengarkan khotib lagi, sekilas ada pikiran......bagaimana kalau saya gagal? Bagaimana kalau setelah saya maju ke depan, ternyata tidak ada tempat sama sekali? Haruskah saya membuat target yang lebih masuk akal, seperti mengambil koran bekas dan shalat di luar seperti para jamaah lain yang tidak mendapatkan shaf di dalam? Doa pun saya panjatkan...."Ya Allah, berikanlah hamba kesempatan untuk shalat di shaf yang hamba inginkan....atau tempat dimanapun yang menurut Engkau paling baik...". Itu namanya IKHLAS.
Setelah khotib selesai ceramah, qomat pun berkumandang.....saatnya eksekusi. Berlombaan dengan puluhan ( kalau tidak ratusan ) jamaah lain yang berebut untuk mendapatkan shaf yang tersisa. Shaf demi shaf saya lalui sampai akhirnya menemukan tempat yang hanya pas untuk satu orang....Alhamdulillah. Setelah tenang, saya melihat sekeliling..terlihat beberapa jamaah yang belum beruntung dan harus mau untuk shalat di area parkir. Kemudian saya perhatikan shaf tempat saya berdiri saat ini, ternyata shaf yang persis sama dengan tempat yang saya bayangkan padasaat duduk di anak tangga tadi......Subhanallah. Ketika hendak mengucapkan niat, ternyata di depan saya masih ada tempat yang kosong. Yesss....lebih maju satu shaf dari target yang ditetapkan. Mungkin memang ini tempat yang terbaik bagi saya.
Setelah shalat pun saya merenung, kalau tadi saya bisa....harusnya di hal lain juga bisa, seperti dalam urusan bisnis. Now, it's time to get action.

Ada gula ada semut

24.6.10 0 comments
Beberapa hari ini saya sedang kecanduan mengutak-atik Ipod Touch saya dan tentunya rajin shopping di Apps Storenya Itunes. Tak terasa ratusan ribu atau malah sampai jutaan biaya yang harus saya keluarkan untuk belanja di Itunes ini.
Bagi Apple, untuk sampai ke tahap ini tentunya bukan perkara mudah. Setelah dibombardir oleh Bill Gates dan Microsoftnya, rasanya sekarang saatnya bola itu berputar. Microsoft semakin hari semakin pusing dengan gebrakan yang dilakukan oleh Apple karena sangat menggerogpti bisnis yang mereka jalankan. Belum lagi Microsoft juga harus head to head dengan grup Google dan jaringannya.
Kesuksesan Apple dengan Ipadnya berbanding terbalik dengan Microsoft yang sampai saat ini belum juga merilis komputer tabletnya walaupun rumornya sudah ada dari dulu, dan sudah sempat menjadi topik hangat di Youtube.
Pelajaran yang saya dapat disini adalah, dari awal Apple memberi akses seluas luasnya kepada developer independen untuk ikut berkontribusi dan berbagi keuntungan dengan berjualan di Itunes. Belum lagi di Itunes kita juga bisa membeli music, film, bahkan serial TV. Dan jangan lupa kekuatan dari Podcastnya yang rata rata gratis. Jadi Apple tidak bisa besar sendiri, dia bisa besar jika membuat bisnis lain juga ikut besar. Dan begitu gulanya sudah terlihat, tidaklah sulit untuk membuat semut untuk ikut berkumpul.

- Posted using BlogPress from my iPhone

Sedang krisis? Jangan potong budget SDM anda

18.3.10 0 comments

stock-photo-tighten-budget-calculator-1202723 Setiap bisnis pasti mengalami saat surut, dimana semua biaya yang keluaar harus diperhitungkan dengan cermat dan efisien. Biasanya pos pertama yang akan dievaluasi oleh perusahaan adalah divisi SDM, karena ini memang merupakan cara yang paling mudah dan paling cepat untuk mengurangi biaya perusahaan. Perusahaan tinggal menunda jadwal training, atau memberhentikan beberapa orang dan biaya operasional serta merta akan turun.

Alih-alih menurunkan budget untuk training SDM, sebenarnya banyak hal lain yang bisa dilakukan. Di divisi pemasaran, apakah semua kegiatan pemasaran dan penjualan sudah terukur efektifitasnya? begitu pun di divisi yang lain, apakah inventory sudah diukur dengan EOQ (Economic Order Quantity), ROP (Re Order Point) serta Safety Stocknya? Atau apakah AR (Account Receiveable) dan AP (Account Payable) sudah diatur dengan cermat? Dan banyak lagi hal yang bisa dicermati untuk meningkatkan efisiensi dari perusahaan. Memang hal ini biasanya jaranng dilakukan oleh perusahaan karena butuh proses dan butuh data-data pendukung. akan tetapi ibarat orang sakit, cara penyembuhan alami jauh lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian antibiotik dosis tinggi.

Untuk itu teruslah lakukan training, jangan pernah menurunkan standart kompetensi karyawan. Krisis tidak berlangsung selamanya, dan pastikan pada saat krisis berakhir, kita sudah memiliki team yang siap berlari kencang. Dan kalaupun harus melakukan perampingan, pastikan bahwa itu memang cara terakhir yang harus dilakukan.