Radio dan seminar

25.3.09 0 comments
Naskah ini merupakah salah satu apresiasi saya pada Bu Diah Yusuf dan rekan-rekan Panitia Milad III TDA. Seluruh lini publikasi dimasuki oleh para panitia. Termasuk diantaranya yaitu radio.

Menjelang Milad III TDA, saya diundang untuk berpartisipasi dalam talkshow di Otomotion FM 97,5 FM. Sebuah radio yang menjadi anak perusahaan Kompas Gramedia Group.

Temanya seputar cara memulai bisnis dan mengelolanya, sekaligus ajakan untuk menghadiri Milad III TDA. Rupanya, sudah banyak generasi muda yang sebenarnya tertarik untuk berbisnis, tetapi mereka belum tahu bagaimana caranya.

Demikian simpulan sementara saya setelah turut serta dalam talkshow yang diadakan pada 22 Februari 2008 itu. Dengan semakin menurunnya kesempatan kerja, menjadi pengusaha pada awalnya bisa dijadikan alternatif untuk bekerja.

Muda-muda mulai usaha
Pertanyaan-pertanyaan yang masuk kebanyakan berasal dari para muda yang masih berstatus mahasiswa dan perlu dicatat bahwa pertanyaannya pun sudah bukan ‘bagaimana memulai bisnis’.

“Pertanyaan mereka sudah mengarah kepada bagaimana cara mengembangkan bisnis. Inilah bukti konkrit bahwa saat ini semangat untuk berbisnis sudah tumbuh subur pada usia-usia yang masih sangat muda.”

Tentu ada juga yang masih kebingungan bagaimana memulai usaha. Kebingungan apa yang kerap dilontarkan? Beberapa pertanyaan yang dikemukakan oleh pemirsa Otomotion FM rata-rata berkutat tentang bagaimana cara mendapatkan modal tambahan untuk mengembangkan usaha mereka.

Kala itu, saya mengajukan jawaban-jawaban berikut ini: pergunakan modal yang ada, kalau memang tidak ada modal, harus berani start small. Lantas jangan terlalu idealis dan buang gengsi jauh-jauh.

Modal juga bisa ditimba dari trik menekan gaya hidup berlebihan. Jadi keuntungan yang dikumpulkan tidak langsung dibelanjakan, tapi diputar dulu menjadi modal.

Disini dibutuhkan kesabaran agar jangan terlalu cepat pengen mendapatkan hasil. Saat itu saya nyatakan: Nikmati prosesnya...

Intinya adalah ikhlas. Orang bisa stress karena dia tidak rela menerima dengan apa yang dia alami. Dia ingin memaksakan segala sesuatu itu sesuai dengan kehendaknya. Walaupun ternyata apa yang dia inginkan itu belumlah tentu baik buat dia kelak.

Saya percaya bahwa Allah SWT sudah memilihkan yang terbaik buat saya. Walaupun saat itu mungkin kehendak saya tidak sejalan dengan takdir yang Allah SWT berikan.

Bila diringkas, intinya adalah selalu ikhlas dan berbaik sangka kepada Allah SWT. Karena apapun yang kita alami, maka hal itu adalah kejadian terbaik yang dipilihkan oleh Allah SWT untuk kondisi kita saat itu. Simpel khan?

Selain soal permodalan, para penanya juga kerap menggali tips marketing. Saat itu saya memberi masukan pada mereka untuk mencari ilmu dengan membaca buku, menyimak pengalaman orang, ikut seminar, dan lain-lain.

Hasil dari berburu ilmu marketing ini, mesti langsung dicoba satu-satu. Diantara hasil praktek itu tentu ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Strategi marketing yang berhasil harus dipertahankan. Sedangkan yang gagal, singkirkan saja sambil mencari cara baru lagi.

Sempat terbesit, mengapa Otomotion FM tertarik menggandeng TDA pada talkshow itu. Namun saya tersadar bahwa semua media telah menangkap demand masyarakat untuk memperoleh informasi yang lebih luas mengenai bagaimana caranya menjadi seorang entrepreneur.

Oleh karena itu media sekarang sangat membutuhkan figur-figur pelaku bisnis yang bersedia untuk sharing dengan audience mereka. Sebelum ini, ternyata program talkshow ini pun sudah mengundang banyak member-member TDA untuk hadir di Otomotion FM.

Alhamdulillah...dari talkshow ini TDA dan Otomotion FM sepakat bahwa sharing-sharing yang telah dilaksanakan layak untuk diteruskan.

Tindak lanjut dari kerjasama ini sangat berarti karena menjadi jalinan simbiosis-mutualisme. “Bagaimanapun setiap bisnis memerlukan publikasi dari media dan media akan selalu membutuhkan narasumber.”

Seperti talkshow-talkshow sebelumnya, saya merasa enjoy dengan suasana talkshow di Otomotion FM. Ada perasaan nikmat pada saat kita berbagi kepada orang lain, apapun itu bentuknya.

Rupanya beberapa peserta talkshow itu berlanjut menjadi lead-nya Adila Group. Beberapa diantara mereka masih bisa saya lacak, karena mereka menghubungi saya. Sebagian lain tak terlacak dan kebanyakan mereka langsung menghubungi General Manager (GM) saya.

Bahkan beberapa diantara mereka, saya ketahui dari GM. Alhamdulillah, silaturahmi terus berlanjut. Bertambah lagi nikmat yang mesti kita syukuri yakni bertambahnya saudara dari silaturahmi ala talkshow.

Dalam waktu dekat saya diundang sharing ke Malang oleh EU Malang, trus pada 30 April 2009 talkshow di Stikom Surabaya. Dilanjutkan 4 April 2009 diundang ke Universitas Jember.

Disini saya baru merasakan bahwa talkshow dengan format seminar ternyata lebih enak dibandingkan di radio. Bukan bermaksud meremehkan radio lho...

Saat seminar, ada interaksi yang intens antara narasumber dengan audience. Saya bisa mengubah style sesuai mood pesertanya. Sementara di radio kurang leluasa melakukan hal itu. Kita harus taat pada rundown dari penyiar.

Benang merah talkshow
Ada benang merah dari tiap materi yang saya disampaikan di tiap talkshow; bahwa kalau mau jadi pengusaha ya langsung action. Tak usah terlalu banyak alasan. Siapkan targetnya, tapi nikmati prosesnya.

Jangan cari yang instan. Namun bukan berarti saya melarang untuk menjadi pewaralaba. Jangan dikira mengambil waralaba gampang lho... Banyak franchisee yang gagal justru gara-gara mereka sendiri yang belum siap.

Mengambil franchise termasuk juga proses pembelajaran. Jadi nikmati aja...

Entah untung atau rugi, jalani dan nikmati prosesnya. Tapi tetap hitungannya sebab ada perbedan besar antara optimis dan bunuh diri. Contoh gampangnya, kalau kita pas naik mobil dan di depan ada jurang, kita khan ngga perlu harus masuk jurang dulu sebelum ambil keputusan untuk ngerem. Jadi tetap ada hitung-hitungannya.

Berarti ada hal-hal yang kalau kita mau berpikir dan belajar harus diwaspadai dan dipahami. Jangan asal jalan dan asal tabrak.

Kini kesadaran berbisnis telah menjalari berbagai kalangan. Kesadaran akan pentingnya jiwa entrepreneurship sudah diinsyafi oleh semua orang. Mulai yang muda hingga yang sedang menyongsong pensiun dari kantornya.

Saat ini semakin banyak perusahaan yang mempersiapkan para karyawannya yang menjelang pensiun dengan bekal entrepreneurship. Beberapa waralaba bahkan membidik para calon pensiunan sebagai calon pewaralaba.

Kembali pada talkshow, acara ini merupakan acara rutin dan pada kesempatan itu khusus mengangkat tentang Milad III TDA. Rupanya publikasi di radio ini cukup efektif dalam menambah jumlah peserta Milad II TDA.

Beberapa pemirsa radio ini bergegas mendaftar Milad III TDA. Nambah lagi dech saudara yang berminat wirausaha. Jadi, saya tunggu kabar dari rekan-rekan yang sedang memulai berbisnis...c u @ the top...

Write what you do and do what you write

1 comments

at glance of Standart Operation Procedure-SOP

Beberapa minggu yang lalu saya mengikuti pelatihan Standart Operation Procedure (SOP) yg diadakan oleh Value Consult. Ya... ini merupakan salah satu langkah saya agar Adila Group bisa lebih maju daripada sekarang.

Selama ini, Adila Group masih belum menggunakan konsep-konsep tertentu dalam manajemennya. Semua mengalir sesuai kebutuhan saja. Dan seiring dengan berkembangnya perusahaan, saya merasa sudah waktunya Adila Group menerapkan konsep-konsep yang bisa mengakselerasi bisnis kami.

Alur konsep dalam pelatihan itu secara sederhana adalah sebagai berikut: menyusun SOP, lantas menerapkannya. Sembari SOP berjalan, maka urutan selanjutnya adalah menyusun Key Performance Indicator atau KPI. Dan terakhir, bila rangkaian tahapan tadi terlaksana maka akan terbangun apa yang disebut Balance Score Card (BSC).

Saya membayangkan BSC diterapkan di Adila Group dalam jangka panjang, yang jangkauannya bisa setahun lebih. “Namun saat ini saya masih persiapkan dulu secara matang SOP-nya”.

Sejumlah person yang tergabung dalam tim telah saya pasrahi konsepnya. Dari tim ini, secara detail akan ditangani konsultan. Lini usaha yang akan menikmati duluan SOP hasil Value Consult ini adalah Pourvous, lantas Dannis, dilanjutkan lini usaha Adila Group lainnya.

Namun yang jelas tim yang terbentuk dari manajeman akan melakukan tahap demi tahap agar SOP dapat diimplementasikan. Tentu hal ini juga tergantung kemampuan adaptasi dari divisi yang bersangkutan.

Selanjutnya, saya ingin kemukakan terlebih dulu mengenai SOP yang saya serap dari pelatihan itu. Semoga suatu saat, pembaca juga berbagi ilmunya... mmmm...ilmu Allah SWT khan demikian luas, tak habis bila kita berbagi.

write what you do and do what you write

Konsep awal dari SOP adalah write what you do and do what you write. Sesederhana itu? Setidaknya ini menjadi pijakan bagi rekan-rekan yang belum menyempurkan sistem dalam bisnisnya.

SOP yang benar adalah SOP yang dapat langsung diterapkan oleh siapapun yang membacanya sekaligus mampu menjadi patokan cara pengerjaan kegiatan bisnis sesuai yang diharapkan.

Bila SOP ini telah diterapkan di Adila Group, saya membayangkan setiap person yang terlibat dalam tim Adila Group paham akan pekerjaannya masing-masing. Diatas pijakan pemahaman tadi, mereka akhirnya melakukan berbagai aktifitas sesuai yang dicantumkan dalam SOP.

“Dengan SOP, bisnis yang dijalankan dapat berjalan secara otomatis. Khususnya untuk aktivitas–aktivitas yang rutin dan berulang.”

Semakin besar skala bisnis suatu perusahaan, maka implementasi SOP semakin penting. Sebab tidaklah mungkin mengandalkan suatu kegiatan bisnis kepada person–person tertentu saja.

Akan sangat beresiko apabila person tersebut sakit ataupun mengundurkan diri. Tanpa SOP yang benar, kegiatan bisnis bersangkutan akan langsung terpengaruh dan bahkan goyah.

Lantas siapakah yang bertanggung jawab menjalankan SOP?

Idealnya, penyusunan SOP dan pemantauan pelaksanaannya dikerjakan oleh divisi khusus yaitu Business Development. Divisi ini bertanggung jawab mulai dari melakukan observasi dan mendokumentasikannya dalam bentuk SOP.

Divisi Business Development ini juga memastikan bahwa SOP telah dilaksanakan dengan benar. Setelah itu, mereka melakukan penilaian sehingga diketahui apakah SOP yang ada sudah cukup efisien atau memerlukan perubahan-perubahan lagi.

Kerjasama lintas departemen sangatlah dibutuhkan untuk mendapatkan SOP yang benar. Pasalnya, SOP yang disusun juga berlaku untuk departemen yang lainnya.

Nantinya, SOP ini adalah sebagai landasan untuk membangun sistem Key Performance Indicator (KPI) masing-masing person yang kemudian menghasilkan laporan kinerja perusahaan dengan basis Balanced Score Card.

Apa sich Key Performance Indicator itu?

KPI adalah semacam rapor masing-masing person dalam suatu organisasi. Keberadaan rapor yang tepat dan jelas, akan mempermudah perusahaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di perusahaannya.

Upaya meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan sebab melalui KPI, akan diketahui secara langsung bagian–bagian mana yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

Dengan sarana KPI ini pula, para entrepreneur dapat membuat sistem reward and punishment dalam perusahaan berlangsung dengan benar dan tepat. Penghargaan benar-benar diberikan kepada individu yang berprestasi. Sedangkan punishment diberikan kepada individu yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan.

“Akhirnya, dengan perangkat KPI inilah perusahaan dapat mengukur seberapa efektif person-person di dalam perusahaan dalam menjalankan job desk-nya.”
Balance Score Card

Melalui implementasi BSC, kinerja perusahaan dapat diukur secara daily, monthly dan anually dengan parameter-parameter yang seragam. Dengan demikian, para anggota tim akan lebih mudah untuk menterjemahkan dan mengukur target yang diberikan oleh perusahaan.

“Selain itu, setiap tim juga dapat melihat sampai di titik mana perusahaan saat ini dari target yang ingin dicapai. Ujung-ujungnya juga akan berpengaruh pada cara penghitungan kompensasi dan reward dari perusahaan. Begitu...”

BSC memudahkan kita dalam menentukan target dan melihat kinerja seluruh perusahaan, cukup dengan melihat laporan BSC saja. Mengapa? Sebab BSC mendefinisikan semua parameter aktivitas perusahaan ke dalam bentuk angka.

Sehingga kita bisa memantau setiap saat segala aktivitas yang dilakukan oleh tiap individu. Apakah sudah membuat perusahaan bergerak mendekat ke tujuan perusahaan atau belum.

Dan perlu dicatat, semua perkembangan yang dikemas oleh BSC dinominalkan ke dalam bentuk angka sehingga laporan BSC menjadi mudah untuk dibaca dan dicermati.

Dua Gaya Bisnis ala Dua Pendekar Bisnis

14.3.09 0 comments
Beberapa waktu lalu saya menyaksikan sekaligus berguru langsung kepada dua pendekar bisnis tanah air: Sudhamek Agung-CEO Garudafood dan Irwan Hidayat-Presiden Direktur Jamu Sidomuncul. Dua pengusaha ini sangat kondang sebab mampu mengantarkan perusahaannya menjadi ladang penghidupan ribuan orang.

‘Ini salah satu impian saya memiliki ribuan karyawan. Artinya kita telah memberi manfaat pada sekian banyak orang’ Acara meguru ini diselenggarakan oleh Bank Mandiri sebagai follow up bagi finalis Wirausaha Muda Mandiri (WMM).

Beberapa finalis WMM tahun 2007 dan 2008 mengikuti acara boot-camp bertajuk Ethics for Enterpreneurs ini. Selama empat hari mulai 19-22 Januari 2009, sederet pengusaha serta akademisi handal terlibat didalamnya.

Berikut ini beberapa mentor kami: staf pengajar MM-FEUI yaitu Biakman Irbansyah, Gede Harja Wasistha, dan Yanki Hartijasti. Tentu tak ketinggalan sang kreator acara ini: Rhenald Kasali. Selain itu juga ada Rektor Universitas Negeri Islam (UIN) Komaruddin Hidayat, Presiden Direktur American International Group (AIG) Indonesia Harry Diah, dan dua pengusaha yang sudah saya sebut diatas: CEO Garudafood Sudhamek dan Presiden Direktur PT Sidomuncul Irwan Hidayat.

Kembali pada dua pendekar. Selama empat hari itu saya merenungkan dua gaya bisnis dipertontonkan oleh dua pendekar pilih tanding. Gaya knowledge-based versi Pak Sudhamek dan gaya otak-kanan ala Irwan Hidayat.

Pak Sudhamek menyodorkan sederet praktek bisnis yang memiliki akar teori sangat kuat. Seolah-olah bisnis menjadi sangat rumit. Namun dia mampu menyajikan dalam bahasa yang cukup luwes sehingga kerutan kening para peserta sebanding dengan pencerapan ilmu yang didapat. Semua serba terencana.

Semua serba dipersiapkan dengan landasan teori matang sehingga setiap sisi yang diaplikasikan benar-benar memiliki bobot pengetahuan. Babak baru bisnis berlandaskan pengetahuan, saya saksikan langsung dari beliau. Diluar kematangan berteori itu, ada nafas religius saat Pak Sudhamek mengulas bagaimana perusahaannya bisa eksis hingga hari ini. Dari omzet Rp18 miliar pada 1992, tembus menjadi triliunan rupiah.

Dalam penuturannya, perusahaan bisa besar bila atasan dan bawahan bersatu. Sebagai orang Buddhis, Pak Sudhamek menerapkan pendekatan spiritual dan empiris dalam memimpin perusahaannya. Spiritual Organization, demikian visi Pak Sudhamek terhadap perusahaannya. Bagi sebagian besar pebisnis, wacana spiritualitas dalam bisnis memang baru-baru ini saja mencuat. Namun Pak Sudhamek telah menerapkannya. Dua ilmu, telah saya serap: knowledge-based business dan spiritual organization. Dua ilmu telah terbukti ampuh hingga Garudafood memiliki karyawan 19.000 orang.

Hal sebaliknya disajikan oleh Pak Irwan Hidayat. Dengan segala kesederhanaannya, dia menyampaikan berbagai pengalaman bisnisnya yang mengalir begitu saja. Menjalani semua yang dihadapinya.

Presdir PT Sidomuncul ini menegaskan bahwa menjalankan perusahaan harus berdasarkan empati. Saat ini ada kecenderungan setiap orang yang dipercayai menjalankan perusahaan masih bertindak one man show. Hal ini sangat riskan jika masih dipakai menjalankan perusahaan.

Pak Irwan Hidayat senantiasa membuka akses informasi bagi setiap karyawannya. Cara ini dipakai agar dirinya mengetahui kemauan setiap karyawan yang dianggap juga sebagai saudaranya. “Kalau mau menjadi orang sukses harus tahu dan mengerti kemauan orang jangan sekali-kali one man show,” katanya.

Lantas dimana saya berdiri? Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada keduanya. Saya lebih cenderung menyukai praktik Pak Sudhamek. Kecenderungan untuk selalu mempelajari setiap detail bisnis, saya sadari lekat dalam tiap langkah bisnis saya.

Tentu contoh yang dilakukan Pak Irwan sangat bagus juga untuk ditiru, yang penting khan berwirausaha.

Mau gaya Pak Sudhamek atau Pak Irwan, sama saja. Mereka telah menebar rahmat.

Mengenai boot-camp sendiri, Pak Rhenald Kasali telah menyajikan satu training yang cukup mencerahkan. “Berbisnis tidak hanya memaksimalkan profit,” tutur beliau. Inilah Rumah Perubahan ala Rhenald Kasali bagi para entrepreneur muda...

Hal senada diungkap oleh Rektor Universitas Negeri Islam Komaruddin Hidayat dalam menyampaikan etika berbisnis. Menurutnya, untuk menuju bisnis yang sukses setiap orang harus juga memaksimalkan kebahagiaan. “Kalau berbisnis tidak bahagia, apa artinya menjalankan bisnis?” tukas Komaruddin.

Peserta boot-camp juga diingatkan kembali mengenai determinasi dalam berbisnis. Panitia menyajikan film Pursuit of Happiness yang dibintangi Will Smith, sesi ini dipandu Gede Harja Wasistha dan Biakman Irbansyah. ‘Inilah film yang menegaskan keteguhan mental seseorang bisa menaklukkan semua rintangan menuju cita-citanya’

Terakhir, terima kasih buat Bank Mandiri yang support-nya sangat besar bagi kami para finalis WMM. Bahkan saya memperoleh kesempatan untuk mengembangkan salah satu lini bisnis saya: POURVOUS. Kami diberi peluang mengikuti sejumlah pameran secara gratis. Pada kesempatan lain, saya akan ceritakan tentang semua anugerah Tuhan ini. (HM2/HM1)

Bpk Sudhamek

Bersama Rhenald Kasali

Bersama Bpk Irwan Hidayat

Bersama Bpk Harry Diah

Para Finalis WMM

Bersama Bpk Komaruddin Hidayat

Bersama Bpk Komaruddin Hidayat

Berbisnis dengan etika by Rhenald Kasali



Apa pentingnya komunitas ?

10.3.09 0 comments
Pertanyaan itu dilontarkan oleh teman SMA saya ketika bertemu beberapa saat yang lalu. Dia juga mengeluhkan bahwa dia sudah banyak mengikuti banyak komunitas, tapi belum ada perubahan yang signifikan dalam bisnisnya.

Sejenak saya terdiam, karena komunitas yang saya ikuti selama ini (Entrepreneur University, Surabaya Entrepreneur Club dan komunitas Tangan di Atas) telah memberikan banyak sekali manfaat dalam perkembangan perusahaan saya saat ini. Mulai dari partner, suplier, dan link2 lainnya tersedia dengan mudah sehingga saya hanya perlu memilih yang mana yg menjadi prioritas saya terlebih dahulu.

Kemudian saya bertanya lagi, "emang kamu gabung komunitasnya seperti apa ?" kemudian dia menceritakan bahwa dia mengikuti banyak komunitas pengusaha, yg menurut saya sebenarnyajuga bagus. "Trus salahnya dimana ya ?" pikir saya dalam hati.

Setelah kita ngobrol panjang, barulah terlihat perbedaan saya dan teman saya dalam bergabung dengan sebuah komunitas. Teman saya selalu menganggap bahwa komunitas adalah sebuah pasar yang potensial, jadi yang dia lakukan adalah dengan gencar menawarkan produknya kepada setiap member komunitas tersebut. Akan tetapi hasilnya selalu tidak sesuai dengan yang dia harapkan, karena responnya sangat rendah.

Walaupun tindakannya tidak sepenuhnya salah, akan tetapi saya menganggap komunitas ibaratnya mencari pasangan hidup. Pada awalnya kita harus paham dulu apa visinya. Setelah itu berkenalanlah dengan anggotanya. Layaknya orang pacaran, diawal mungkin kita dulu yang harus melakukan kontribusi terlebih dahulu baik berupa tenaga, pikiran ataupun materi. nanti setelah kenal baik, maka timbullah ikatan emosional antara sesama anggota. Biasanya setelah itulah baru muncul peluang dan info2 yang berharga.

Memang, banyak orang yang kadang tidak betah menjalani langkah demi langkahproses kenalan tsb. Tapi, what you give is what you get. Saya sangat setuju dengan gerakan Pay It Forward, dimana kita harus memberikan sumbangsih terlebih dahulu sebelum berani berharap untuk menerima dan mendapatkan sesuatu.

Ayo, berkontribusilah kepada komunitas anda, sebelum anda berharap komunitas tsb memberikan benefit bagi anda pribadi.

Peluang adalah apa yang tak dilirik orang

1 comments
Seeing is believing… kira-kira demikian yang saya alami beberapa minggu lalu saat menempuh safari bisnis ke Sumatera. Maklum beberapa media massa sejak lama telah melansir berita bahwa harta di daerah sangat berlimpah. Hasil liputan dari reporter-reporter itu sebenarnya cukup menggambarkan bagaimana denyut bisnis di daerah.

Muncul rasa penasaran. Akhirnya saya menyaksikan langsung dan langsung percaya hasil liputan-liputan itu. Jadi, saya bersaksi bahwa duit di daerah sangat berlimpah. Lampung dan Palembang menjadi tempat persaksian saya. Jangan bayangkan bahwa hanya kota tempat duit menumpuk. Sumber daya alam di daerah menjadi ihwal bagaimana duit melimpah di sana.

Beberapa waktu lalu, saya melakukan perjalanan ke Lampung dan Palembang. Kesaksian saya diatas merupakan hasil dari perjalanan tersebut. Bila di Lampung, saya menyaksikan orang-orang kaya bersahaja tapi tinggal jauh di pelosok. Maklum, mereka adalah petani-petani perkebunan sawit yang lahannya mencapai ribuan hektar.

Salah seorang pengusaha perkebunan sawit yang saya temui, menjamu saya dengan mengendarai mobil sekelas Taft GT saja. Padahal omzet bisnisnya tembus angka miliaran rupiah.

Disini saya melihat perbedaan antara pengusaha di kota (misalnya di kota-kota besar di Jawa) dengan di pedesaan. Para pengusaha kakap yang tinggal di pelosok bumi ini memutar bisnisnya dengan tarikan nafas bisnis yang panjang sekaligus besar. Berinvestasi di Lampung dengan membuka lahan tambak hanya dengan 6 petak saja bisa menelan dana hingga Rp2 miliar.

Padahal pemandangan yang disaksikan dari bisnis senilai miliaran rupiah ini berwajah desa sekali. Maksudnya, tak ada suasana glamor khas urban disini. “Ibaratnya satu tarikan nafas pebisnis di daerah sangat panjang dan ketika tiba saat memanen, maka hasilnya pun sangat besar. Sementara tarikan nafas pebisnis di perkotaan umumnya pendek dengan mengandalkan putaran omzet yang cepat” Jadi, kepintaran memutar modal yang dimiliki merupakan kunci pengusaha di perkotaan.


Sementara saat saya mengunjungi Palembang, saya menangkap nuansa berbeda. Aroma urban lebih kental disini. “Misalnya, saat saya berkeliling di mall yang mulai bertebaran di Palembang, sangat suasananya sudah mendekati suasana mall di Surabaya yang kelas Royal Plaza atau ITC Mega Grosir.”

Pakaian pengunjungnya? Modis. Tak beda jauh dengan penampilan saudara-saudara kita yang ada di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota-kota lainnya. (Tapi bisa jadi suasana ini hanya muncul kala malam minggu saja. Kebetulan saya berkunjung pada saat malam minggu).

Kota dan desa akhirnya hanya menjadi kategori geografis saja. Secara demografis, masyarakat di dua kawasan ini sudah nyaris sama. Mode fashion hingga kegemaran penduduknya tak beda jauh. Sebagaimana gaya hidup kelas menengah, para pengunjung mall di kota Empek-empek tak hanya melakukan window shopping. Mereka berbelanja. Dan toko-toko yang dituju oleh mereka adalah tenant-tenant kelas internasional yang menyerbu mall-mall tersebut, seperti Bodyshop dll.

Menjamurnya mall di Palembang dimulai sejak diselenggarakannya Pekan Olahraga Nasional (PON) di Palembang. Dari sini akselerasi bisnis Palembang menjadi lebih cepat. Bisa jadi ini terkait dengan semakin bagusnya kualitas infrastruktur. Ya... biasanya penyelenggaraan acara nasional seperti PON selalu diiringi dengan perbaikan berbagai infrastruktur daerah.

Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah menjadi stimulus bisnis di kota ini. Hal ini pula saya jumpai di Lampung. Pembangunan infrastruktur menjadi penggerak perekonomian di daerah yang terkenal dengan tambak udang terbesar se-Asia Tenggara-Dipasena ini.

“Disini, kejelian seorang konglomerat tampak. Ciputra rupanya tidak menunggu infrastruktur dibangun terlebih dahulu. Justru dia menabung sebanyak mungkin lahan untuk bisnis real estate di Lampung. Tentu dengan harga murah sebab daerahnya tak terjangkau pembangunan infrastruktur, baik jalan ataupun jembatan.”

Setelah land bank (tabungan lahan) menumpuk, rupanya bertepatan dengan pembangunan akses jalan dari lahan yang dikuasainya yang langsung menuju sebuah pelabuhan berkelas internasional. Lagi-lagi pelabuhan atau infrastruktur ini baru-baru saja pembangunannya. Entah, apakah jalur yang langsung menuju pelabuhan internasional itu dibangun karena lobi Ciputra atau bukan.

Namun yang pasti, Ciputra telah berbelanja tanah saat harganya murah yang saat sekarang harganya telah melonjak. Padahal orang lain bisa jadi enggan melirik atau bahkan membeli lahan di daerah tersebut. Saya akhirnya tersadar bahwa pengusaha selalu mengambil kesempatan sebelum orang kebanyakan melihat hal tersebut sebagai peluang bisnis. Ciputra mendahului membeli tanah di sekitar sana. Padahal orang lain baru-baru saja membeli tanah disana, tentu dengan harga lebih mahal.

Peluang bisa diciptakan, jangan melihat peluang setelah orang lain menciptakan peluang tersebut. Sebab itu bukan peluang emas. Itu adalah peluang tembaga. “Segera bertindak dan kondisikan apa yang ingin dicipta sebagai peluang,” gumam saya dalam hati menginsyafi action Pak Ciputra. Takdzim buat Pak Ciputra. (HM1)

Sumber : Andi Sufariyanto, CEO PT Adila Imperium